Jumat, 09 Mei 2008

Hukum dan sebuah pembodohan

Hukum dan sebuah pembodohan

Pada beberapa saat yang lalu saya mendapat sebuah pelajaran yang asik dan yaaaaa. Lumayan bikin bingung. Tepatnya adalah sebuah pelajaran tentang HAM atau hak asasi manusia.
Padasaat itu, guru saya memberi contoh dan pengertian yang menurut saya agak aneh. Ada sebuah penjelasan yang sepertinya berbunyi seperti ini. Kalau tidak salah. “Agar pelaksanaan HAN tidak menimbulkan pelanggaran terhadap HAM yang lain,maka anda dalam melaksanakan HAM tidak boleh menuntut secara mutlak dan harusmentaati peraturan yang berlaku.
Dan guru saya itu memberi contoh yang agak aneh lagi. Kebetulan saat itu saya sedang be kuku panjang. Karena itu mememang sebuah kebiasaan saya. Guru saya mungkin ingin menyindir saya dengan memberi contoh pelanggaran hak yaitu dengan hukum ruang apalah gt, saya agak nggak mudeng. Yang pasti guru saya mengatakan bahwa saya melanggar hak orang lain dengan memanjanggkan kuku yang membuat ruang lebih sempit untuk orang lain.” Kamu itu melanggar orang lain di kelasmu dengan memanjangkan kuku yang dapat melukai teman kamu.” Tapi saya menyangkal dengan “saya nggak pernah melukai orang pakai kuku.”
Mungkin belum puas, guru saya terus saja menyalahkan.dia berkata bahwa seperti pada hukum ruang tadi. Kamu itu dengan memanjangkan kuku mengambil hak orang lain. Yaitu ruangan jadi sempit. Karena di kurangi oleh panjang kuku kamu ( padahal kuku saya gak panjang banget). Jadi hak teman saya untuk ruangan yang lebih hilang.. Terus saya tetap menyangkal donk. Saya memberi alasan baru. Ada sebuah pengertian bahwa “dalam pelaksanaannya hak tidak boleh di minta secara mutlak.agar tidak terjadi pelanggaran hak pada orang lain.” Lalu guru saya malah berkata “Laiya, coba kamu baca lagi.” Hanya jawab seperti itu.
Tapi itu juga sudah masuk ke kepala saya. Mungkin guru saya berfikiran bahwa dalam pelaksanaannya hak tak boleh di tuntut secara utuh. Mungkin pengertian guru saya adalah: hak saya untuk memanjangkan kuku tidak boleh di minta secara mutlak(padahal memang saya Cuma memanjangkan satu kuku.) karena akan menimbulkan pelanggaran hak pada teman saya yaitu melanggar hak ruangan teman saya satu kelas. Tapi setelah saya pikir lagi. Bagaimana jika keadaanya begini. Hak ruangan temen-teman saya tidak boleh di minta secara mutlak karena akan melakukan pelanggaran pada hak saya memanjangkan kuku. Bila keadaanya seperti itu kan jadi yang salah adalah teman-teman saya karena meminta hak ruangan secara mutlak. Itu ingin saya ungkapkan kepada guru saya. Tetapi guru saya malah hanya menyuruh saya membaca lagi dan mengatakan bahwa kemampuan berbahasa saya buruk.
Seperti yang saya katakan tadi. Memang jika saya yang meminta hak secara mutlak untuk memanjangkan kuku. Maka itu saya dapat di katakan negatif atau salah. Sedangkan teman sekelas saya positiv atau korban. Tetapi jika dalam konteksnya saya balik dengan teman saya meminta hak ruangan kelas lebih lebar dengan mengor bankan untuk memotong kuku saya maka. Teman teman saya akan menjadi negativ atau dengan kata lain saya positv atau korban. Maka sampai sekarang pun saya masih tak mau di ributkan atas hal itu.
Mungkin ada peraturan yang memang mengatur itu. Tetapi. Peraturan peraturan tersebut tidak di buat berdasarkan pemikiran orang yang akan menjalani peraturan tersebut. Maka banyak peraturan yang tak jalan karena memang tak bisa di jalankan ayau memang tak seharusnya di jalankan atau sengaja tak di jalankan karena tak sesuai. Seperti peraturan di sekolah yang banyak agak tak sesuai. Contohnya masalah kuku. Mengapa tak di ijinkan panjang? Mungkin tak di jelaskan mungkin alasanya tak rapi. Tetapi jika saya. Kuku panjang menurut saya berguna di saat-saat tertentu. Dan pasti anda yang pernah ber kuku panjang tau. Jadi menagapa itu di larang. Mengapa itu tidak di sesuaikan saja dengan mengijinkan tetapi terbatas. Seperti hanya boleh satu jari sepanjang1-3 cm.. itu saya kira lebih baik daripada memaksakan sesuatu yang aneh.
Dan ada lagi. Yaitu peraturan tentang memakai sepatu warna hitam saat sekolah. Dan saat ini harus dipakai saat hari-hari tertentu. Padahal hampir semua siswa sekarang lebih suka memakai sepatu putih atau pun bebas. Mengapa peraturannya tak di ubah saja sehingga sesuai dan pasti siswa menjalankannya dengan benar dan dengan senang tanpa rasa beban. Mungkin alasanya saat uapacara harus memakai sepatu hitam agar terlihat rapi atau sama. Mengapa tak di ganti. Karena sekarang banyak yang lebih menyukai putih mengapa upacara tak memakai sepatu putih semua. Bukankah itu juga rapi dan sama. Mengapa kitas membuat peraturan yang kaku yang seakan menyusahkan diri kita sendiri dan orang lain? Mengapa nggak membuat peraturan yang sesuai dengan kita? Jangan meniru jangan memaksakan. Kalaupun ada yang berkata upacara adalah acara semi militer dan militer memakai sepatu hitam. Mengapa kita meniru? Kan itu hanya semi militer? Dan karena mungkin militer tak suka bersepatu putih sedang kita suka mengapa meniru? Kan dalam upacara yang penting bukan sepatunya berwarna hitam. Tetapi bagaimana kita menghormati negara dengan menghormati bendera dan lain lain dalam upacara.

Ada hal yang entah mengapa kita budayakan padahal itu tak perlu dan hanya menyusahkan namun di beri dalih aneh aneh.



Jadi sekali lagi jangan membuat hidup susah. Be easy dan karna hidup terbaik adalah karena hidup yang dapat kau jalani sebaik mungkin.

Tidak ada komentar: