Jumat, 06 Maret 2009

benarkah pernikahan antara syekh puji melanggar hukum?

Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974
Tentang
Perkawinan
DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional,
perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 29 Undang-undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973.
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
M E M U T U S K A N:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN.
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
1
Page 2
BAB I
DASAR PERKAWINAN
Pasal 1
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3
(1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri.
Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam
pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan
di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang
akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-
isteri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak
mereka.
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
2
Page 3
(2) Persetujuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan
tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian;atau apabila tidak ada kaber dari istrinya
selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu
mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
BAB II
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Pasal 6
(1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

(3) Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup
diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya.
(4) dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu
untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali orang yang memelihara
atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas
selama mereka masih hidup dan dalam keadaan menyatakan kehendaknya.
(5) Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang dimaksud dalam ayat (2), (3) dan (4)
pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya,
maka Pengadilan dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan
perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan ijin setelah lebih dahulu
mendengar orang-orang yang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini.
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukun
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak
menentukan lain.
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya diizinkan bila piha pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun
dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

(2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi kepada
Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak
wanita.

(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut
pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi
tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN)
3
Page 4
a. berhubungan darah dalan garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,
antara seorang dengan seorang saudara orang tua dan antara seorang dengan
saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri,
dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau praturan lain yang berlaku
dilarang kawin

dari data-data di atas dapat di simpulkan pernikahan yang syah menurut hukum adalah pernikahan yang syah menurut agama masing-masing dan memenuhi beberapa persyaratan di atas yaitu larangan. dan pernikahan syekh puji dapat di katakan syah karena sudah sah menurut agama separti sarat ini dan jika masalahnya adalah umur kan sudah di jelaskan di atas pada pasal 7 ayat 2 sehingga itu bukan masalah

dan jika anda mempermasalahkan soal perlindungan anak coba baca ini
di sana tak ada kata-kata yang jelas melarang. jika masalahnya adalah exploitasi sex pada anak maka kita lihat. apakah benar dia di exploitasi yang kenya taanya tidak karena alasan Beliau menikahi dia untuk dijadikan istri tidak lain untuk dididik yang mana nantinya pada saat usia mereka telah dewasa atau menginjak 18 tahun akan mempunyai tugas masing-masing untuk mengurusi ponpes Miftahul Jannah, miliknya.

nah syekh puji juga mengatakan ia mengikuti apa yang dilakukan nabi muhammad SAW maka itu berarti dia tak akan menyetubuhi istrinya yang masih muda sebelum nanti ia siap seperti yang di lakukan oleh nabi muhammad SAW.

jadi apa yg kita permasalahkan?



Tidak ada komentar: